Selasa, 05 Juli 2022

PERAN PENTING KOHESIVITAS DALAM KELOMPOK

 

PERAN PENTING KOHESIVITAS DALAM KELOMPOK

 

Rico Millenando Wahyu Setiawan


 

ABSTRACT

Cohesiveness has an important role for groups and organizations. Cohesive members or employees can increase productivity, commitment, become a unifying group and improve employee performance. A cohesive environment will provide positive pressure from members and satisfy group member expectations.

 

Keywords: group cohesiveness

ABSTRAK

Kohesivitas memiliki peran yang penting bagi kelompok maupun organisasi. anggota atau karyawan yang kohesiv dapat meningkatkan produktifitas, komitmen, menjadi pemersatu kelompok dan meningkatkan kinerja karyawan. Dengan lingkungan yang kohesiv akan memberikan tekanan yang positif dari anggota dan memuaskan ekspektasi anggota kelompok.

 

Kata kunci: kohesivitas kelompok

 

PENDAHULUAN

Sumber daya manusia dalam sistem organisasi sangatlah penting keberadaannya. Sumber daya manusia dapat dikatakan sebagai pelaku utama dalam menggerakkan sebuah organisasi. sumber daya manusia disini dapat berupa karyawan, dimana karyawan memiliki peran yang penting. Bahkan karyawan dapat dikatakan sebagai jasa itu sendiri  dan berpengaruh positif bagi perusahaan karena memiliki interaksi dengan konsumen (Shostack, 1977 dalam Djati & Ferrinadewi, 2004).

Lingkungan kerja yang kondusif dapat membuat karyawan menjadi nyaman apabila karyawan diberikan fasilitas yang baik, bersih, tidak bising dan tentunya modern. Lingkungan kerja yang kondusif pula dapat memberikan kesempatan kepada karyawan mengenai hasil yang diharapkan. Lingkungan kerja yang kondusif dapat pula membentuk kohesivitas pada karyawan sehingga dapat memberikan tekanan yang positif dari anggota dan memuaskan ekspektasi anggota kelompok (Carron & Hausenblas, 1998 dalam Høigaard et al., 2006).

Lingkungan kerja sendiri dapat dikatakan sebagai lingkungan kerja yang keseluruhan alat-alat, lingkungan tempat kerja, metode kerja dan juga pengaturan individu atau kelompok (Sedarmayanti, 2009). Sedangkan menurut Saydam (2000) dalam Rahmawanti et al., (2014) lingkungan kerja dapat dikatakan sebagai keseluruhan sarana prasarana yang berada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan dan dapat memepengaruhi pekerjaan itu sendiri.

Kohesivitas sendiri memiliki berbagai banyak keutamaan, yaitu dapat menyatukan setiap anggota menjadi satu kelompok, dan dapat menjadi alat pemersatu dalam mencapai tujuan (Putri & Parlindungan, 2021). Hal ini sejalan dengan pendapat Robbins (2002) bahwa kelompok yang kohesiv, maka anggota kelompok akan semakin dekat dengan tujuan kelompok. Serta kohesivitas sendiri dalam penelitian yang dilakukan oleh (Satriya & Hadi, 2018) dimana kohesivitas sendiri memiliki pengaruh yang sigfinikan pada kualitas komunikasi anggota kelompok.

Menurut Muslihah (2016) kohesivitas kelompok dapat juga mempengaruhi dari produktivitas dalam hal ini adalah kinerja karyawan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Hermawan & Rustiana (2019) dalam penelitiannya bahwa kohesivitas dapat cukup untuk meningkatkan produktivitas kelompok itu sendiri. Sejalan dalam bukunya (Forsyh, 2010) bahwa kohesivitas mempengaruhi produktivitas kelompok, namun dalam bukunya menambah beberapa hal yang dapat dipengaruhi kohesivitas yaitu dinamika kelompok serta kepuasan dan penyesuain anggota. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Anggraeni & Alfian, 2015) sendiri tidak menemukan adanya hubungan kohesivitas dengan social loafing, maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa benar kohesivitas akan meningkatkan produktivitas kelompok bukan sebaliknya.

Kohesivitas pula dapat meningkatkan komitmen anggota dalam organisasi, hal ini diungkap oleh Mossholder, Bedein dan Armenakis bahwa terdapat hubungan antara tingkat kohesivitas dengan komitmen organisasi. Dimana dalam penelitiannya disebutkan tingkat kohesivitas kelompok berpengaruh positif terhadap komitmen karyawan dalam organisasi yang digambarkan dengan menurunnya tekanan kerja serta kecenderungan meninggalkan pekerjaan dan meningkatnya prestasi bekerja (Gibson et al., 2003). Hal serupa juga diungkapkan oleh (Shin & Park, 2007) bahwa kohesivitas memiliki pengaruh lebih baik terhadap partisipasi akan tugas dan kehadiran sosial.

Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa kohesivitas sendiri memberikan dampak yang luar biasa kepada keberhasilan suatu kelompok dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat kohesivitas beserta cara meningkatkan kohesivitas pada kelompok atau organisasi.

 

DISKUSI

Kohesivitas sendiri dapat diartikan sebagai derajat individu untuk tetap bersama dan menjaga kebersamaan dalam mengejar tujuan dasar kelompok dan untuk memenuhi kebutuhan efektif anggota kelompok (Carron, 1982 dalam Anggraeni & Alfian, 2015). Menurut Robbins & Judge (2012) kohesivitas kelompok adalah sejauh mana anggota kelompok mendukung dan memvalidasinya di tempat kerja.

Hal serupa juga dijelaskan oleh Collin dan Raven, 1964 dalam (M. Putri & Mirza, 2018) bahwa kohesivitas adalah kekuatan yang memotivasi anggota kelompok untuk tetap berada dalam kelompok dan mencegah mereka meninggalkan kelompok. Dengan kata lain, kelompok kehesiv adalah kelompok yang bersatu. Kurangnya kemampuan karyawan untuk keluar dari kelompok menunjukkan bahwa hubungan yang harmonis antar anggota kelompok dapat dibangun, yang dapat meningkatkan persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja dan meningkatkan kualitas hidup mereka di tempat kerja (Kang & Deepak, 2013).

Menurut Forsyh (2010) dalam bukunya menyebutkan bahwa terdapat komponen dalam kohesivitas yaitu social cohesion dimana ketertarikan anggota terhadap anggota lain dalam satu kelompok dan ketertarikan terhadap kelompok secara keseluruhan, kemudian ada perceived cohesion dimana penafsiran dan rasa saling memiliki atas kelompok, dan anggota merasakan adanya kesatuan terhadap kelompok, yang ketiga dalam komponen kohesivitas adalah task cohesion dimana kapasitas untuk menyelesaikan tugas sukses sebagai unit terkoordinasi dan sebagai bagian dari kelompok, dan yang terakhir dari komponen kohesivitas dari bukunya Forsyth adalah emotional cohesion yaitu intensitas emosional kelompok dan individu ketika berada di dalam kelompok.

Menurut Festinger, Schacter dan Back dalam (Meinarno & Sarwono, 2018) bahwa kohesivitas itu sendiri dapat dipengaruhi oleh kemenarikan dan anggotanya, interakasi sosial serta sejauh mana dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan individu.

Menurut (McShane & Glinow, 2008) kohesivitas dipengaruhi oleh kesamaan, dimana kelompok kerja yang homogeny lebih kohesiv daripada kelompok kerja heterogen, kemudian ukuran kelompok dimana kelompok yang kecil lebih bersatu daripada kelompok besar, selanjutnya ada interakasi kelompok yang ketika sebuah kelompok mengulangi interakasi di antara para anggotanya, maka kelompok lebih kohesiv. Kemudian ketika ada masalah, tantangan dan keberhasilan kelompok akan menjadikan kelompok lebih kohesiv. Sejalan dengan hal tersebut menurut (Forsyh, 2010) mengungkakan ada interpersonal attraction dimana individu akan mencari anggota kelompok dan membentuk hubungan kohesiv dengan seorang yang atraktif, kemudian ada ukuran kelompok, selanjutnya ada initiations dimana orang yang bergabung melakukannya dengan lebih sengaja dan kemungkinan besar akan menjadi anggota yang aktif dan berkontribusi. Kemudian ada stability of membership dan structural features yang dimana hal tersebut dapat mempengaruhi kohesivitas dalam kelompok.

Menurut (Wijayanto, 2012) kohesivitas dapat ditingkatkan dengan cara pemimpin dapat menjelaskan adanya persaingan yang kuat dengan pesaing (di dalam dan di luar organisasi), kemuduan meningkatkan daya tarik interpersonal, selanjutnya meningkatkan keterlibatan, dan yang terakhir adalah menciptakan tujuan bersama dan takdir bersama yang dimana dapat mempengaruhi kinerja tim.

 

 

 

SIMPULAN

Berdasarkan dari review artikel yang dilakukan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kohesivitas sangatlah penting bagi kelangsungan kelompok atau organisasi dalam mencapai tujuannya. Semakin tinggi tingkat kohesivitas dalam kelompok maka semakin tinggi pula tujuan kelompok atau organisasi dicapai. Sebaliknya, semakin rendah kohesivitas kelompok, maka semakin rendah pula tujuan kelompok untuk di gapai.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, F., & Alfian, I. N. (2015). Hubungan Kohesivitas dan Social Loafing dalam Pengerjaan Tugas Berkelompok pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga. Jurnal Psikologi Kepribadian Dan Sosial, 04(02), 81–87.

Djati, S. P., & Ferrinadewi, E. (2004). Pentingnya Karyawan dalam Pembentukan Kepercayaan Konsumen Terhadap Perusahaan Jasa: (Suatu kajian dan Proposisi). Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, 6(2), 114–122.

Forsyh, D. R. (2010). Group Dynamics (Fifth). Belmont, CA: Wadsworth, Cengage Learning.

Gibson, J. S., Ivancevich, J. M., Donnelly, jr, J. H., & Konopaske, R. (2003). Organizations: Behavior Structure Processes. New York: McGraw-Hill Irwin.

Hermawan, Y., & Rustiana, E. (2019). Peningkatan Produktivitas Melalui Kohesivitas Kelompok dan Revitalisasi Kondisi. Jurnal Ilmu Administrasi (JIA), XVI(1), 51–65.

Høigaard, R., Säfvenbom, R., & Tønnessen, F. (2006). The Relationship Between Group Cohesion, Group Norms, and Perceived Social Loafing in Soccer Teams. Small Group Research, 37(3), 217–232. https://doi.org/10.1177/1046496406287311

Kang, L. S., & Deepak. (2013). Determinants of Quality of Work Life A Case of Veterinary Doctors in Punjab. Managemen And Labour Studies, 38(1–2), 25–38. https://doi.org/10.1177/0258042X13491479

McShane, S. L., & Glinow, M. A. V. (2008). Organizational Behavior (Fifth). Chicago: McGraw Hill.

Meinarno, A. E., & Sarwono, W. S. (2018). Psikologi Sosial (2nd ed.). Jakrata: Salemba Humanika.

Muslihah, E. (2016). Pengelolaan Kohesivitas dan Keberhasilan Team Work. Jurnal Ilmu Komunikasi, 58–68.

Putri, D. N., & Parlindungan, D. R. (2021). Peran Kohesivitas Kelompok Dalam Membangun Prestasi Tim Basket Putri Sma 1 PSKD Jakarta. Kalbisocio, Jurnal Bisnis Dan Komunikasi, 8(2), 40–55.

Putri, M., & Mirza. (2018). Kohesivitas Kelompok dan Kualitas Kehidupan Kerja Pada Karyawan. Seurune, Jurnal Psikologi Unsyiah, 1(1), 1–17.

Rahmawanti, N. P., Swasto, B., & Prasetya, A. (2014). Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 8(2), 1–0.

Robbins. (2002). Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2012). Organizational Behavior (15th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.

Satriya, M. G. R., & Hadi, C. (2018). Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Intensi Turnover dengan Individual Corporate Entrepreneurship Sebagai Variabel Mediator pada Karyawan PT SMB. Jurnal Psikologi Industri Dan Organisasi, 7, 1–22.

Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV. Mandar Maju.

Shin, S.-Y., & Park, W.-W. (2007). Moderating effects of group cohesiveness in competency-performance relationship: A multi-level study. Journal of Behavioral Studies in Business, 1–15.

Wijayanto, D. (2012). Pengantar Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

 

Selasa, 11 Juni 2019


Breaking The Myths
Gender and Brain: Do Male and Female Brain Differ?
Apakah Benar, Daya Ingat Laki-laki Lebih Pendek Dari Pada Perempuan?
Oleh Rico Millenando W.S / 111811133043

Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak akan terlepas dari proses belajar dan mengingat yang dimana sangat berkaitan dengan memori atau daya ingat. Menurut Rostikawati (2009) di dalam (Safitri, 2014) mengatakan bahwa daya ingat merupakan kemampuan mengingat kembali pengalaman. Secara fisiologis, ingatana ialaha adanya perubahan kemampuan pada sinaptik dari satu neuron ke neuron yang lain, sebagai akibat dari adanya aktivitas neural. Kemudian perubahan-perubahan tersebut menghasilkan jaras-jaras baru atas jaras-jaras yang ada kemudian terafiliasi untuk membentuk penjalaran pada sinyal-sinyal melalui lintasan neural pada otak dan kemudian jaras yang baru itu terafiliasi, jaras-jaras yang terafiliasi tersebut disebut dengan jejak-jejak ingatan (memory traces) (Safitri, 2014). Sedangkan daya ingat menurut Patanjali (2009) ialah subjek yang telah disimpan dalam benak dari pengalaman yang pernah terjadi dan ada pula pengertian dari Kamus Lengkap Psikologi Daya Ingat merupakan fungsi dalam mengenang atau mengalami pengalaman di masa lalu (Anwar, 2013).
Di sini ada kasus sangat menarik yang saya temukan mengenai daya ingat, yakni kasus Joey DeGrandis, disini dia mengidap HSAM yaitu Hidhly Superior Autobiographical Memori, dimana seseorang yang memiliki ingatan yang nyaris sempurna yang dimana dia dapat mengingat seluruh kegiatan dia sehari-hari dengan baik, terutama sesuatu yang menyakitkan atau membahagiakan, itu sangat mengena dan dia tidak dapat melupakan persaan itu. Hal ini juga di sampaikan oleh James McGaugh yang dimana dia adalah seorang profesor riset bidang neurobiologi dan perilaku di University of California yang dimana mendiagnosis kasus HSAM pertama pada seorang wanita (KumpparanSAINS, 2017). Hal ini sangat menarik untuk saya dan menimbulkan pertanyaan, dari kebanyakan kasus ingatan yang telah saya baca mayoritas adalah wanita, dan apakah hanya wanita yang meiliki ingatan yang baik dan bisakah laki-laki memiliki ingatan yang baik pula tanpa memiliki penyakit atau keistimewaan sepertri yang di alami oleh Joey DeGrandis.
Seperti yang kita ketahui bahwa ada banyak sekali berbagai faktor yang dapat mempengaruhi daya ingat atau memori seseorang itu, baik faktor nature maupun faktor nurture. Contohnya lingkungan juga berpengaruh seperti berat lahir (Raznahan et al., 2012) dalam (Amber N.V Ruigrok, 2014) dan juga efek dari nutrisi prenatal yang dimana dapat mempengaruhi DNA metilasi faktor pertumbuhan yang mirip insulin (Heijimans et al., 2008) dalam (Amber N.V Ruigrok, 2014) dan semua itu juga akan mempengaruhi perkembangan secara umum pada otak (Hansen-Pupp et al., 2011) dalam (Amber N.V Ruigrok, 2014).
 Ada banyak segali faktor yang dapata mempengaruhi daya ingat atau memori itu, di antaranya itu faktor endogen dan faktor eksogen (Frick, 2017). Menurut Baddeley (2004) dalam (Safitri, 2014) daya ingat itu atau memori itu dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor yang bisa terbentuk dari berbagai tahapan, yaitu ada enconding, storeage, da nada recall. Pada tahap enconding panca indra terlibat dalam mempersiapkan untuk stimulus yang masuk agar dapat terkodekan atau di kodekan dan di ingat, berarti ini menartikan bahwa informasi yang masuk ke dalam representasi mental yang dapat di simpan dalam memori. Seseorang dapat memasukkan pengalamanannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Pengalaman sehari-hari bisa akan masuk dan di persepsikan ke dalam ingatan sebagai pengalaman yang tidak di sengaja, sementara untuk bidang ilmu penegtahuan, umumnya penyimpanannya dapat melalui pengalaman yang di sengaja di pelajari. Ini terdapat level-level yang berbeda-beda yang terjadi da ada pula beberapa lebih dalam dari yang lain. Menururt Guyton (1997) dalam (Maranatha, 2008) inagatan atau memeori itu dapat di pengaruhi antara lain oleh volume darah yang mengalir ke otak. Makin banyak aliran darah yang menuju ke otak, maka fungsi dan metabolisme sel dalam otak den juga saraf akan meningkat. Dalam hal ini saya akan memperjelas faktor nature yaitu faktor biologisnya.
Ada banyak pendapat atau jurnal yang pro maupun yang kontra dengan judul yang saya angkat. Dalam hal ini pendapat atau jurnal yang pro meyakini bahwa kaum wanita relatif efisien di bandingkan dengan kaum laki-laki saat mendapat akses informasi. Selain itu, kaum wanita juga memiliki daya ingat atau memori yang lebih tajam terhadap sesutau informasi yang baru di bandingkan dengan kaum laki-laki dan juga pada soal kemampuan pengelolaan informasi wanita lebih sedikit tajam di bandingkan dengan laki-laki (Reni Yendrawati, 2015). Akan tetapi ada pendapat atau jurnal yang kontra terhadap pendapat pro di atas. Dalam analisis Ormrod dalam (Reni Yendrawati, 2015) dan (Amber N.V Ruigrok, 2014) yaitu menceritakan tentang perbedaan dan persamaan antara laki-laki dengan perempuan yang di mana ukuran otak perempuan itu lebih kecul ketimbang ukuran otak laki-laki. Hal ini bisa di asumsikan bahwa dalam hal mengingat atau memori laki-laki itu lebih unggul dari pada perempuan, begitu juga dengan daya analisisnya laki-laki lebih baik dari pada perempuan. Ini juga di kemukakan oleh salah satu jurnal yang berjudul Sex Diffrences in the Human Brian, bahwa otak lai-laki itu lebih besar ukuranya yaitu 9% (berat badan sudah terkoreksi) di bandingkan perempuan (Franks, 2018)
Ada pula dari sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal of American Association 2015 dalam (Anindyaputri, 2017) mencatat bahwa cara kerja otak pada perempuan itu lebih efektif untuk mengingat dalam hal-hal yang terjadi dalam kegiatan sehari-hari, karena salah satu alasan utamanya adalah faktor biologis pada tubuh perempuan. Tubuh perempuan memiliki kandungan hormon estrogen dan juga hormon estradiol yang dimana jauh lebih banyak kandungannya dari pada di dalam tubuh laki-laki. Kedua hormon tersebut sangat berperan penting daam menjaga kesehatan otak, dengan demikian jika otak sehat maka daya ingat atau memori dapat betahan lebih lama dengan kata lain daya ingat atau memori perempuan itu kuat. Hal ini juga disampaikan oleh (Franks, 2018) bahwa di otak perempuan itu neuronnya itu lebih banyak dari pada laki-laki karena adanya estrogen yang dimilikinya. Akan tetapi ada sebuah penelitian yang di lakukan oleh Universitas Kristen Maranatha, yang dimana di dalam penelitiannya perempuan itu di duga lebih banyak dan cenderung untuk menjadi pelupa. Hal ini terjadi karena disebabkan oleh pengaruh hormonal stress (Deak et al., 2015; Vecchiarelli et al., 2015) dalam (Collette, 2017) yang dimana menyebabkan perempuan daya ingatnya atau memorinya menjadi berkurang dan mengakibatkan menjadi pelupa (Maranatha, 2008). Hal ini juga dikuatkan oleh (Franks, 2018) bahwa perempuan itu lebih mudah rentan terkena depresi 40-50% dibandingkan dengan laki-laki. Dan juga apabila perempuan mengalami penuaan itu menyebabkan hilangnya estrogen dan progesterone ini dapat mengakibatkan perempuan mengalami penurunan memori (Frick and Barger-Sweeney, 2011) dalam (Frick, 2017). Pada perempuan sendiri akan mengalami penurunan memori verbal secara permanen pada saat memasuki menopause yang dimana terkait dengan sirkulasi estradiol yang turun (Sherwin, 2006) dalam (Hubert H. Kerschbaum, 2017). Jadi, tidak selamanya hormone estradiol baik dan ada kalanya hormon estradiol mengalami penururnan.
Hal ini pun didukung dengan jurnal yang saya baca bahwa volume otak kompartemen yang sering di laporkan di artikel adalah CBL, CSF, GM, WM, Cb, TBV dan juga ICV. Untuk laku-laki sendiri itu memiliki rata-rata volume otak yang absolut yang dimana keseluruhan volume otak laki-laki itu lebih besar dari pada volume otak perempuan (ukuran tubuh tidak dikoreksi) dalam setiap kategori volume yaitu mulai dari 8% sampai 13% volume otak lebih besar di laki-laki. Rata-rata yang paling menonjol itu pada bagian di volume ICV dan volume Cb, akan tetapi efek besar juga ditemukan di volume TBV, GM, WM, CSF dan volume CBL (Amber N.V Ruigrok, 2014). Dan juga leki-laki ternyata memiliki 20 ml volume cairan tulang otak (CSF) yang lebih tinggi dari perempuan dan laki-laki memiliki otak 91 ml lebih tinggi dari perempuan (Gur, 2017). Dan juga laki-laki itu memiliki materi volume grey matter yang lebih besar yang berada di bilateral amygdalae, hippocampi, anterior parahihippocampal gyri, posterior cingulate gyri, preceneus, putamen dan di temporal poles. Sedangkan pada perempuan itu memiliki ukuran volume yang rata-rata itu lebih besar di right frontal pole, inferior dan middle frontal gyri, pars triangularis, planum temporal atau parietal aperculum, anterior cingulate gyrus, insular cortex dan Heschl’s gyrus; bilateral thalami dan precuneus (Amber N.V Ruigrok, 2014). Dan sedangkan untuk masalah kepadatan jaringan sendiri untuk laki-laki tercatat itu lebih baik dari pada perempuan di mana dengan ambang batas 60 continuous voxels area yang lebih tinggi itu di GM yaitu di amygdala sebelah kiri, hippocampus, insular cortex, pollidum, putamen, claustrum dan yang terakhir itu berada di area sebelah kanan nomor VI di cerebellum (Amber N.V Ruigrok, 2014). Dari yang kita ketahui bahwa yang berperan penting dalam sebuah ingatan atau memori salah satunya adalah Hippocampus yang diamana hippocampus ini sendiri bertanggung jawab pada kognisi spasial dan juga memori spasial (Pinel, 2009), itu semua (bagian-bagian yang di sebutkan di atas) termasuk hippocampus, semua itu dimiliki otak laki-laki dengan ukuran yang lebih besar di bandingkan dengan ukuran yang dimiliki oleh otak perempuan. Dan juga ada sebuah studi yang dimana memiliki sampel otak sejumlah 14.000 otak, dimana otak laki-laki itu memiliki lebih banyak intracranial space sebanyak 12% dibandingkan dengan otak perempuan (Franks, 2018).
Terlepas dari semua itu, ada sebuah penelitian yang dimana penelitan tersebut mengatakan bahwa pada perempuan aktivitas otaknya itu lebih besar dari pada laki-laki di bagian frontal depan dan juga di sebelah kiri frontal. Penelitian tersebut menguji perempuan dan laki-laki yang minum alkohol dan memang benar bahwa lak-laki dengan perempuan itu memiliki pola neuromaturation yang berbeda, di tambah lagi ketia laki-laki dan perempuan mengkonsumsi alcohol, itu nampak sekali saat pengujian dengan fMRI, ada perbedaan ketika respon otak terhadap AWM saat laki-laki dan perempuan meminum alkohol (Lisa C. Caldwell, 2005). Dan jua di otak perempuan itu memiliki banyak area white matter sehingga koneksi antara neuron yang satu dengan neuron yang lain berjalan lebih efisien dibandingkan dengan area white matter yang di miliki oleh laki-laki (Franks, 2018). Akan tetapi dalam percobaan di psikologi komparatif untuk  ukuran volume dari hippocampus sendiri pada perempuan itu sedikit turun dari pada laki-laki pada saat mengakhiri masa anak-anak (Bramen et al, 1996, 2006;. Sowell and Jernigan, 1998; Goddings et al., 2014) dalam (Frick, 2017) dan di tegaskan lagi bahwa untuk memori spasial sendiri itu yang lebih unggul adalah laki-laki dari pada memori spasial yang dimiliki oleh perempuan pada saat sebelum pubertas terjadi (Newhouse et al., 2007) dalam (Frick, 2017) hal ini terjadi karena ada kemungkinan efek dari pengorganisasian hormone yang terjadi pada saat pengembangan awal (Willing and Juraska, 2015) dalam (Frick, 2017) dan dalam studi psikologi komparatif selanjutnya yang di mana berubahnya memori jangka panjang disini (termasuk hippocampal) itu penyebabnya adalah adanya kemungkinan di ubahnya oleh hormone pubertas akibat dari adanya keterlibatan perubahan struktur dalam otak yang diamana dendrit terus berkembang dengan baik (Juraska et al., 1990; Haris, 1999) dalam (Franks, 2018). Akan tetapi pada studi tikus dewasa (psikologi komparatif) (Markham et al., 2005) dalam (Frick, 2017) itu dimana pada dendrit hippocampal pada perempuan mengalami pemangkasan antara PD51 dan PD55 di CA1 yang diamana didahului peningkatan arborization dendrit dari PD44 ke PD51 (Chowdhury et al., 2014) dalam (Frick, 2017) dan percobaan ini (psikologi komparatif tikus) menguntungkan pihak laki-laki dalam jumlah neuron yang hadir setelah dan sebelum pubertas di dentete gyrus (DG) (Roof, 1993; Saveri et al., 2005) dalam (Frick, 2017) dan sedangkan hormone gonad sendiri itu mengatur system saraf secara permanen akibat dari masa perpanjangan kritis pada masa pubertas itu sendiri (Sis and Foster, 2004; Sisk and Zehr, 2005; Schulz et al., 2009; Sisk, 2016) dalam (Frick, 2017). Ada satu laporan yang dimana tahapan setiap siklus menunjukkan bahwa kadar E2 dan testosterone pada hippocampus itu lebih tinggi di otak laki-laki dari pada di otak perempuan (Kato et al., 2013) dalam (Frick, 2017) sedangkan perempuan itu yang tinggi atau utuh adalah gonodally di hippocampus disbanding dengan lai-laki (Fester et al., 2012) dalam (Frick, 2017)
Untuk masalah neuroimmune dalam aktivitas sel sendiri baik yang melalui respon sitokin dan reseptor (TLR) (Scotland et al., 2011; vom Steeg and Klein, 2016) dalam (Collette, 2017) menunjukkan bahwa perempuan itu lebih rendah dari pada laki-laki yang dimana laki-laki menunjukan angka tinggi pada reseptor TLR4 (Robert et al., 2013) dalam (Collette, 2017). Aktivitas astroit dan mikroglia sendiri di pengaruhi oleh sitokin, kemokin, dan factor pertumbuhan (Zorec et al., 2015) dalam (Collette, 2017) yang dimana stabilitas dan sinaps sendiri terbentuk oleh astrosit dan pembentukan memori yang normal itu sendiri dibentuk oleh astrosit dan mikroglia (Ben Achour and Pascual, 2010; Octa et al., 2013) dalam (Collette, 2017). Neurotransmisi melalui kalsium, glumatergic dan mekanisme GABAergicdependent di atur oleh tripartite synaps yang dimana terbentuk dari proses astrosit yang membungkus neuronal synaps (Perea et al., 2009; Moraga Amora et al., 2014) dalam (Collette, 2017) yang dimana melalui kemokin CX3CL1 yang berinterksi dengan Neuron-mikroglia (Milior et al., 2016) dalam (Collette, 2017) memiliki peran penting dalam proses memori (Sheridan et al., 2016) dalam (Collette, 2017). Sitokin sendiri itu sangat mempengaruhi dari neurogenesis hippocampal yang secara khusus pada IL-1 pada pada laki-laki maupun pada perempuan (Koo and Duman, 2008; Ben Menachem-Zidon et al., 2013) dalam (Collette, 2017).
Perempuan memiliki hippocampi yang lebih besar dari pada laki-laki pada saat sesudah pubertas atau pascapubetas secara signifikan, yang menhasilkan interaksi puberty-by-sex, akan tetapi laki-laki dan perempuan justru memiliki volume hippocampus yang sama pada saat sesudah pubertas atau saat pascapubertas (Gur, 2017). Jadi dapat diasumsikan sedikit memori atau daya ingat antara yang dimiliki laki-laki maupun perempuan itu sama, yaitu pada bagian hippocampusnya. Menurut (Gur, 2017) perempuan itu mengungguli laki-laki dalam hal tugas-tugas yang membutuhkan memori verbal dan facial dan juga kognisi sosial, ini mengalami adanya perbedaan antara laki-laki dengan perempuan pada volume GM dan WM dan juga pada perbedaan volume hippocampus dan ketersediaan dopamine yang ada kaitannya dengan masalah memori atau daya ingat. Dan ada pula perbedaan juga pada jenis kelamin pada manusia maupun pada hewan pengerat yang diamana dapat mempengarungi pembentukan memori hippocampus baik pada kuantitatif maupun pada kualitatif (Kimura D., 1999; Baron-Cohen S., 2003; Postma A et al., 2004; Junasson Z., 2005; Luine V and Dohanish G., 2008) dalam (Geise, 2010). Perbedaan jenis kelamin tersebut juga mengalami perbedaan pada struktur anatomi hippocampus, hal ini terakibat dari pembentukan memori hippocampus-dependent akibat dari perbedaan jenis kelamin itu sendiri (Cahill L., 2006; D.G Stein., 1999) dalam (Geise, 2010). Laki-laki dengan perempuan juga memiliki perbedaan dalam plastisitas sinaptik structural akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin dalam pembentukan hippocampus-dependent (Geise, 2010). Hal ini juga di pengaruhi oleh stress yang mana di tanggapi secara berbeda yang secara deferensiasi mengatur sinaps hippocampus yang jelas mempengarungi memori (Leuner B and Sharos T.J., 2004; Dalla C and Sharos T.J., 2009) dalam (Geise, 2010). Dari efek stress tersebut juga mempengaruhi tingkat hormone estrogen pada perempuan (Psikologi komparatif pada tikus) (Romeo, R.D et al., 2004) dalam (Geise, 2010) namun hormone estradiol ini juga dapat membantu meningkatkan memori termasuk pada memori di hippocampus dependent (Brinton, 2009) dalam (Geise, 2010) akan tetapi hormone estradiol ini tidak bisa membentuk semua jenis memori (Gibbs, 2010) dalam (Geise, 2010) bahkan pembentukan memori itu dapat terganggu oleh hormone estradiol itu sendiri (Barha, 2010) dalam (Geise, 2010). Hormone estradiol ini juga memiliki dampak pada hippocampus potensiasi jangka panjang (LTP) yang memodulasi penguatan sinapsis melalui aktivitas ER b pemberian isyarat (Liu, 2008) dalam (Geise, 2010). Meskipun hormone estradiol ini lebih dominan pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (psikologi komparatif tikus) akan tetapi hormone estradiol ini tidak menjelaskan semua tentang perbedaan jenis kelamin dalam pembentukan memori atau daya ingat (Geise, 2010).
Dalam pembentukan memori sendiri laki-laki dan perempuan itu membutuhkan mekanisme plastisitas yang berbeda, ini di kemukakan dengan studi muatan CaMKK. Untuk membentuk duringmemory hippocampus perlu pengaktifan transkripsi dengan memanfaatkan jalur sinyal yang berbeda, hal ini di lakukan oleh laki-laki dan perempuan. Dukungan untuk melakukan perintisan ini jenis tikus jantan (psikologi komparatif) melakukan regulasi mRNA ekspresi factor neotropik dari otak (BDNF) dan diatur oleh dua CaMKK b-gen, factor spilicing SRp20 dan glikosil phosphatidylinositol anchor attachment protein (GAA1) yang tidak di lakukan oleh tikus betina (psikologi komparatif tikus) setelah pengkondisian rasa takut yang kontekstual (Mizuno, K. et al., 2006; Mizuno, K. et al., 2007; Antunes-Martins, a. et al., 2007) dalam (Geise, 2010). Secara khusus hanya pada tikus betina (psikologi komparatif tikus) ekspresi p25 meningkatkan akhir-LTP di sinapsis CA1 dan meningkatkan pembentukan memori spasial (Ris, L. et al., 2015) dalam (Geise, 2010). Dan juga hanya pada perempuan memori spasial meningkat dalam muatan p25 akibat adanya fingsi kolinergik yang juga meningkat, hal ini didukung oleh studi tikus knockout Lhx7 (Frangkouli, A. et al., 2009) dalam (Geise, 2010). Dan juga adanya aktivasi oleh CREB factor transkripsi yang terlibat dalam pembentukan LTM (Silva A.J et al., 1998; Josselyn S.A and Nguyen P.V., 2005) dalam (Geise, 2010). Dan juga CREB ini juga membentuk memori spasial juga, akan tetapi pada laki-laki hal ini terganggu tapi tidak dengan perempuan (psikologi komparatif tikus) (Hebda Bauer E.K et al., 2007) dalam (Geise, 2010). Perbedaan jenis kelamin dalam aktivasi transkripsi gen menunjukkan bahwa selama pembentukan memeori CREB memiliki peran spesifik-sex selama pembentukan tersebut (Mendez Lopez, M et al., 2009) dalam (Geise, 2010).
Ada bukti yang berkembang bahwa dalam pembentukan memori histone modifikasi dan metilasi DNA terlibat (Sweat, 2005; Miller C.A et al., 2008) dalam (Geise, 2010). Hal ini membuat perbedaan jenis kelamin dalam pembentukan memeori dari mekenisme epigenetic tersebut. Misalnya perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki di korteks dan hippocampus pada ekspresi gen X kromosom, UTX (Xu, J et al., 2002; Xu, J et al., 2008) dalam (Geise, 2010). Gugus metil pada lisin 27 histon H3 terpindahkan dan terkatalisis oleh UTX, UTX sendiri adalah histon demethylase (HDM) (Disteche, 2006) dalam (Geise, 2010). Jadi, pada perempuan prose proses perangsangan eksresi gen lebih besar dari pada laki-laki oleh UTX, contonya adalah Jarid1c (Jensen L.R et al., 2005) dalam (Geise, 2010). Dan tinggat lebih tinggi juga ada pada perempuan dari pada laki-laki pada Jarid1c mRNA yang dinyatakan dalam otak tikus dewasa, termasuk hippocampus (Xu, J et al., 2002; Xu, J et al., 2008) dalam (Geise, 2010). Sedangkan gen pada kromosom seks juga yang ikut berkontribusi dalam pembentukan memori (Dewing P. et al., 2006) dalam (Geise, 2010). Penyebab inmemory dalam perbedaan jenis kelamin diantaranya (i) hormone gonad berkembang dan menimbulkan efek; (ii) hormone gonad yang teraktivasi dan menimbulkan efek (iii) adanya gen pada kromosom X dan Y yang berefek pada genetic (Davies, 2007) dalam (Geise, 2010). Four core genotypes (FCG) model dikembangkan untuk memisahkan efek dari kromosom seks dampak dari gonad pada pembelajaran dan memori (De Vries G.J et al., 2002) dalam (Geise, 2010). Ketergantungan pada gen kromosom seks dan pembentukan memori bisa di pelajari lebih lanjut dan penting juga untuk menggunakan FCG dalam pembelajarannya (Geise, 2010).
Kesimpulan dari paper saya kali ini yang mengangkat isu apakah benar daya ingat laki-laki itu lebih pendek dari pada perempaun, bisa dilihat dari berbagai literatur atau jurnal yang saya paparkan, dari factornya saja daya ingat bisa di pengaruhi oleh factor nature dan factor nurture. Dari factor nature saja yaitu factor biologis, ada beberapa yang di sebutkan diantaranya adanya pengaruh oleh hormone estrogen dan estradiol yang lebih dominan terkandung dalam otak perempuan yang mampu menjaga kesehatan otak dengan demikian fungsi memori atau daya ingat terjaga dengan baik. Akan tetapi perempuan juga peluang lebih besar dari pada laki-laki karena gampang stress dan itu bisa mempuat kerja memori menjadi menurun. Memang benar pada otak manusia itu terdapat perbedaan yang di sebabkan oleh sex, akan tetapi dari hasil temuan tersebut tidak didapati perbedaan dalam kasus memori atau daya ingat. Dari segi ukuran hippocampus dan hippocampal laki-laki adalah yang mempunyai ukuran terbesar dari pada ukuran yang dimiliki olek perempuan dan bisa dibilang dalam pengelolaan memori laki-laki lebih unggul. Dan juga semua penelitian yang telah saya paparkan di atas mayoritas mengatakan bahwa daya ingat laki-laki atau memori laki-laki itu lebih baik. Jadi, kesimpulannya adalah inagatan laki-laki itu lebih pendek dari perempuan adalah mitos, meskipun ada juga yang mengatakan sebaliknya.

Referensi:
Amber N.V Ruigrok, G. S.-K.-C.-C. (2014). A meta-analysis of sex differences in human brain structure. Neuroscience and Biobehavioral Reviews 39, 34-50.
Anindyaputri, I. (2017, Sepetember 6). Siapa yang Ingat Lebih Kuat: Perempuan Atau Laki-laki? Retrieved November 11, 2018, from helloSEHAT.
Anwar, R. (2013). Efektivitas metode mind map dalam meningkatkan daya ingat peserta didik pada mata pelajaran akidah akhlak di MTs Darul Karomah Singosari Malang. Undergraduate Thesis, 18.
Barha, C. e. (2010). Low doses of 17alpha-estradiol and 17beta-estradiol facilitate, whereas higher doses of estrone and 17alpha- and 17beta-estradiol impair, contextual fear conditioning in adult female rats. Neuropsychopharmacology 35, 547-559.
Brinton, R. (2009). Estrogen-induced plasticity from cells to circuits: predictions for cognitive function. Trends Pharmacol, 212-229.
Collette, N. C. (2017). (Putative) Sex Differences in Neuroimmune Modulation of Memory. Journal of Neuroscience Research 95, 472–486 .
Franks, D. D. (2018). Sex Differences in the Human Brain. Oxford Handbook of Evolution, Biology, and Society, 1-10.
Frick, W. A. (2017). Sex Differences in Hippocampal Function. Jiurnal of Neuroscaince Resarch 95, 539-562.
Geise, K. M. (2010). Towards a molecular understanding of sex differences in memory formation. Trends in Neurosiences Vol.33, 285-291.
Gibbs, R. (2010). Estrogen therapy and cognition: a review of the cholinergic hypothesis. Endocrb review, 31.
Gur, R. C. (2017). Complementarity of Sex Differences in Brain and Behavior: From Laterality to Multimodal Neuroimaging. Journal of Neuroscience Research 95, 189–199 .
Hubert H. Kerschbaum, *. H.-H. (2017). Sex, Age, and Sex Hormone Affect Recall of Words in a Directed Forgetting Paradigm. Journal of Neuroscience Research 95, 251–259 .
KumpparanSAINS. (2017, December 13). Joey DeGrandis, Orang yang Memiliki Ingatan Nyaris Sempurna. Retrieved November 16, 2018, from Kumparan: https://kumparan.com/@kumparansains/joey-degrandis-orang-yang-miliki-ingatan-nyaris-sempurna
Lisa C. Caldwell, A. D. (2005). Gender And Adolescent Alcohol Use Disorders On Bold (Blood Oxygen Level Dependent) Response To Spatial Working Memory. Alcohol & Alcoholism Vol. 40, No. 3, 194-200.
Liu, F. e. (2008). Activation of estrogen receptor-beta regulates hippocampal synaptic plasticity and improves memory. Nat.Neurosci. 11, 334-343.
Maranatha, U. K. (2008). pengaruh olahraga ringan terhadap kerja otak. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.
Pinel, J. P. (2009). BIOPSYCHOLOGY Seven Edition (Terjemahan). Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Reni Yendrawati, D. K. (2015). Pengaruh Gender, Pengalaman Auditor, Kompleksitas Tugas, Tekanan Ketaatan, Kemampuan Kerja Dan Pengetahuan Auditor Terhadap Audit Judgement. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, 3.
Safitri, D. (2014). Peningkatan Kemampuan Daya Ingat Melalui Permainan Puzzle Pada Anak Usia 5-6 Tahun. 4-5.